• Share on Facebook
• Tweet it
• Share on Google
• Pin it
• Share it
• Email

Sejak punya Husky dan berbagi story dengan temen-temen (baik yang suka anjing ataupun ngga), saya mendapat kesan bahwa lebih banyak yang beranggapan bahwa anjing = masalah daripada figur teman hidup 🙂 Lebih banyak yang melotot dan bilang, “Haaa? Ati-ati lho! Toxo!!! Ntar loe ga bisa punya anak ato anak loe cacad…” (knock-knock-knock tiga kali…) ato “Cari masalah aja loe… ngurus rumah tangga aja udah ribet, ga ada pembantu pula, sekarang nambah lagi ngurus anjing…” ato “Yaela… ngapain si ada anjing segala… Lu udah mau punya baby pula, kasihin aja anjingnya ke orang,” ato? “Rasain lo… sekarang mau kemana-mana susah, ada yang mesti diurusin ^^”
Terbukti sih. Begitu Sugih tugas ke luar kota dan *seharusnya (!)* gue bisa ikut, gue terpaksa melupakan niat refreshing keluar kota Jakarta lantaran ga mungkin ninggal Husky sendirian di rumah lewat dari semalem… 🙂 Iya kalo punya luxury pembantu terpercaya di rumah, lha kasus gue…? Baca aja sendiri curhatan soal pembantu kemaren 😀
TAPI! Having a dog, somehow teaches me to appreciate my time…
Setiap dog owner pasti sadar, yang namanya anjing punya usia jauh lebih pendek dari manusia. Manusia bisa idup 70-80 taun, sementara anjing maksimal sekitar 15 taun. Satu taunnya anjing sama dengan tujuh taunnya manusia. Dalam kasus ras Siberian Husky, kabarnya cuma akan hidup 10-12 tahun saja (CMIIW pls). So, by the time gue umur 37-39 taun nanti, udah bisa dipastikan gue akan menghadapi kematian Husky… Dan kesedihan yang akan ada saat itu, gue yakin ga jauh berbeda dengan kesedihan pas Papa pergi awal taun ini. Kesedihan karena sebuah kehilangan.
Menyadari bahwa suatu hari nanti, dalam jangka waktu yang ada di depan mata – relatif pendek, sekitar 10-12 taun saja – bikin saya bisa melihat hal-hal yang memang seharusnya saya hargai dan syukuri. Tatapan polos Husky (terutama setelah berhasil maling sesuatu dari meja dapur), gaya duduk tegak manisnya waktu nungguin saya kerja di depan kompie (dengan tambahan tuntutan minta diajak jalan-jalan sore), lompatan-lompatan franticnya pas saya pulang bepergian, tampangnya pas mejeng di depan jendela begitu saya mau pergi (dan tidak beranjak dari tempatnya sampai saya hilang dari pandangan), kegembiraannya pas diajak keluar rumah… semuanya. Hal-hal kecil, yang pada kehidupan manusia seringkali saya lewatkan begitu saja.
Kalau saja saya tahu Papa akan meninggal akhir Januari 2007… mungkin saya akan lebih sering mudik ke Bandung, menghabiskan waktu di rumah tua tempat Papa membesarkan saya dulu, mendengarkan cerita-cerita Papa (atau memaksa Papa mendengarkan cerita-cerita saya ^^), atau mungkin mengajak Papa makan Hanamasa (yang ternyata sangat Papa sukai – itupun baru saya dengar dari adik saya setelah Papa ga ada, lengkap dengan alasan bahwa Papa ga mau sering-sering makan disana karena ‘mahal’…) dengan honor dari proyek web saya. Hal-hal yang sebelumnya ga pernah terpikir untuk saya lakukan.
Kalau saja saya tahu umur Papa hanya akan sampai 69 tahun, bukannya sampai 70 atau 80 tahun… mungkin saya akan lebih memperhatikan gaya bicara Papa, tatapan sayangnya pada saya, merekam ledekan-ledekan Papa yang seringkali terdengar ngeselin, atau menyimpan semua SMS-SMS yang Papa pernah kirim pada saya. Bukan hanya sekedar miscall terakhir Papa yang secara ga sengaja tertinggal di HP saya, seminggu sebelum Papa pergi.
Kalau saja saya tahu waktu yang diberikan buat saya terbatas… mungkin saya akan lebih pintar meng-arrange hal-hal yang seharusnya saya lakukan buat Papa. Sama halnya seperti ketika saya tahu Husky saya hanya akan berumur 10-12 tahun, dan saya hanya akan punya waktu 10-12 tahun itu untuk bisa membahagiakan dia… bukannya membuang dia ke tempat orang yang bahkan belum tentu bakal merawatnya dengan baik (apalagi plus kasih sayang) begitu saya sudah punya hal lain yang ‘lebih penting’ untuk diurus dan ‘tugas’ anjing saya menemani saya sudah selesai (setelah saya punya ‘teman’ yang lain… anak, karir dan banyak hal yang akan dimaklumi orang sebagai alasan menyerahkan perawatan seekor anjing ke orang lain…)
Belajar dari penyesalan saya atas kepergian Papa… belajar dari kesadaran bahwa hidup itu punya rentang yang pendek… saya bersyukur saya masih diberi kesempatan untuk mensyukuri waktu yang saya punya bersama keluarga kecil saya sekarang. My beloved hubby Sugih – one of my most precious gifts in this world, my Husky, and my future baby. Semoga saya bisa lebih pandai di masa mendatang… supaya pada saat semuanya harus terjadi, saya sudah lebih paham arti merelakan…