So every relationship is basically about maintaining respect. Either in families, couple or work.
At least that’s what I’m feeling right now. Ketika kita respek dengan seseorang, dengan suatu situasi, dengan suatu komunitas, kita akan berhati-hati dengan apa yang kita katakan dan perbuat. Ketika kita mulai kehilangan respek, well, you know what will happen. Those haters’ comments. Those attacking words. Those blaming attitude. The way we talk, the way we behave, everything will be affected.
Biasanya kita memang ga sadar soal ini sih, sampai situasi memburuk. Husband and wife were not as close as the first time they got married. Families keep distance to each other, trying their best to avoid any gatherings. Colleagues, hmmm. The last one is the easiest since the solution is normally could be done by resigning from the company.
So how to avoid this?
Somehow saya lihat orang cenderung take it for granted. Husband and wife, as example. Ada newly wed yang share betapa beruntungnya dia karena suaminya ga pernah menuntut dia untuk bisa masak, dan ga keberatan rumahnya berantakan karena well, she is not ‘built’ for that kind of thing. I can’t say anything except ‘Happy for you!’, but well, I want to hear how they would cope with this 10 years from now 😀 (O ya, marriage saya 14 tahun so I have any rights to say this haha ^^ No offense!)
Jangan salah paham, saya bukan mau menyoroti bahwa perempuan harus bisa masak atau harus bisa ngurus rumah. But ensure if you are not into this kind of thing, do your homework and do another things you COULD do. Either you’re brilliant in your work, earning a very good paycheck, capable to raise kids without problems (mungkin ga ya ini? Hihihi) atau apapun itu.
Ini saya lihat dari beberapa tante dan om saya yang sudah menikah hampir 50 tahun. Ada ada tiga pasang yang saya perhatikan polanya 🙂 Ketiganya istrinya adalah ibu rumah tangga (IRT), but earn very high respect from their husbands. Oh ada salah satu yang dulunya sangat aktif, apapun istilahnya bisa dijadiin duit meski ga besar. Tapi tetep bukan office workers yang punya tolok ukur jelas soal ‘kesuksesan’.
Yang pertama, meski IRT full, jago masak luar biasa. Networkingnya mungkin satu kota kenal beliau. Apapun itu, teman-temannya akan selalu siap membantu. Kebetulan suaminya punya karakter yang bertolak belakang, sehingga bawah sadar saya rasa beliau mengagumi istrinya yang bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukannya.
Yang kedua, juga IRT full. Masak, networking – kebetulan saya ga terlalu tahu sejauh apa capabilitynya. Yang jelas beliau luar biasa dalam meng-handle suami. Kesabarannya, ketelatenannya, care-nya. Angkat topi. Kalau saya jadi beliau kayanya ga akan bisa, mengingat tipikal suaminya juga mayan saklek 🙂 Saya lihat that respect was earned by her ways of taking care of her husband pretty well.
Yang ketiga, yang saya bilang tadi. IRT tapi handy banget. Segala sesuatu bisa dijabanin dan bisa jadi duit. Apapun akan beliau urus dengan cepat, tanggap, dijamin kalau sudah “didelegasikan”, ga usah difollow up lagi pasti beres. Bayangin sekretaris di perusahaan besar, nah. Ga mungkin kan bosnya oke-oke aja kalau diminta mengurus A sampe Z, bolak-balik lupa atau skip. Dipecat, iya. Boro-boro naik gaji.
Ini baru urusan suami-istri. Soal hal lain juga sama. Pada akhirnya semua timbal balik. Ga ada yang namanya cinta tanpa pamrih. Yes maybe possible, but you’ll need to be ready with the consequences once the respect is gone.
Because respect is earned. That’s it.
Semua hubungan, suami istri, maupun pertemanan, akan menajamkan dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga terbentuk keseimbangan, nah tinggal kuat mana..