Mungkin ini hanya satu dari sekian banyak cerita klise dari seorang ibu baru, tapi saya memilih menuliskannya untuk mengingatkan diri saya bahwa saya pernah menikmati hari-hari menjadi seorang full-time mommy, disaat saya menghadapi saat-saat sulit dengan Aurel kelak *dan merasa menyesal sudah giving up things* 🙂
Terdengar apatis? Sorry for this bad habit ^^ Ga tau kenapa saya terobsesi untuk selalu mempersiapkan kemungkinan terburuk, lepas dari apakah itu mempengaruhi pola berpikir positif yang harusnya justru dikembangkan dengan mengesampingkan sebanyak mungkin hal negatif 🙂
Balik ke share soal being a full-time mommy… berapa hari terakhir saya mencoba menerapkan ‘ilmu’ temen saya, yang sama-sama baru punya bayi. Kalo rewelnya si baby udah mulai ga tertahankan, coba bawa ke dada kita. Alhasil beberapa hari terakhir, kalo Aurel lagi rewel-rewelnya *padahal popok dah diganti, perut dah kenyang, sendawa udah entah berapa kali, dibawa keluar kamar malah mijep-mijep ngantuk*, akhirnya saya baringkan dia di dada dan ga berapa lama, puleslah dia *dan juga mamanya*. Mungkin karena detak jantung saya ngingetin dia ke suasana pas dalem perut kali ya.
It’s a warm feeling, ngalamin pas Aurel nangis gerung-gerung, begitu liat saya tergopoh-gopoh keluar dari kamar mandi *curi-curi waktu mandi kalo dia baru pules* dan saya gendong, tangisannya mereda. Ngalamin tangan kecil Aurel yang pas awal-awal masi blingsatan kemana-mana, sekarang udah bisa megang jari saya dan mencengkeram erat lengan baju, kalau saya bawa dia ke pundak untuk sendawa.
Ngeliat sisa-sisa air mata di sudut matanya begitu saya angkat dia dari tempat tidur, mendengar celotehan “ah-eh” nya yang sok-sok saya mengerti (padahal…?), mengamati dia pules dengan kedua tangan diangkat tinggi-tinggi ala patung Liberty. It’s amazing. Meski harus diakui beberapa saat terakhir ini saya suka kangen suasana ngantor di ruang ber-AC dan jam-jam saat saya bebas online tanpa takut keasyikan saya disela tangisan melengking yang menuntut saya segera datang… plus kebebasan pergi kemana aja saya mau di saat saya merasa harus ganti suasana dan pemandangan 🙂
Saya ga bilang semua Aurel’s things udah membayar idealisme yang harus dilepaskan — jujur aja saya belum 100% sampe di tahap itu (once I feel it, I’ll let you know, I promise ^^) saya masih belum 100% rela menjawab “ibu rumah tangga” saat ditanya profil pekerjaan dan saya masih sok-sok mencoba membuat statement “working from home is possible for a mom” works for me, tapi setidaknya ini sebuah pertanda baik 😀
So cliche, eh? 🙂 Hal yang sama akan saya katakan, kalau saya membaca curhat semacam ini sebelum Aurel lahir…